Jiromedia.com -Presiden Joko Widodo mengaku jengkel terhadap politikus yang mengadu domba, fitnah, dan memecah belah untuk meraih kekuasaan.
Ia mengatakan, karena jengkelnya, saat acara pembagian 5.000 sertifikat lahan di Lapangan Sepakbola Ahmad Yani, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa (23/10/2018), keluarlah pernyataan " politikus sontoloyo" untuk menyebutkan politisi yang melakukan praktik seperti itu.
Alasan itu diungkap Jokowi saat menerima pimpinan gereja dan rektor/ketua perguruan tinggi Kristen seluruh Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Rabu (24/10/2018).
"Sebetulnya ini dimulai dari urusan politik, yang sebetulnya setiap lima tahun pasti ada. Dipakailah yang namanya cara-cara politik yang tidak beradab, yang tidak beretika, yang tidak bertata krama Indonesia. Cara-cara politik adu domba, cara-cara politik yang memfitnah, cara- cara politik yang memecah belah hanya untuk merebut sebuah kursi, sebuah kekuasaan, menghalalkan segala cara," ujar Jokowi.
"Makanya saya sampaikan, politikus sontoloyo, ya itu, jengkel saya," lanjut dia.
Jokowi mengaku, selama ini ia menahan diri untuk tak mengeluarkan pernyataan seperti itu.
Akan tetapi, menurut dia, berlangsung cara-cara politik kotor hanya demi meraih kekuasaan baik di tingkat kota, kabupaten, provinsi, bahkan perebutan kursi presiden.
"Saya itu enggak pernah pakai kata-kata seperti itu. Karena saya itu sudah jengkel, keluarlah itu (sontoloyo). Saya tuh biasanya bisa ngerem. Tapi sudah jengkel, ya gimana," lanjut Jokowi.
Jokowi menegaskan, sejak merdeka 73 tahun lalu, persatuan Indonesia dalam keberagaman sudah diakui dunia.
Banyak negara mengagumi Indonesia yang beragam suku, bahasa, adat, tradisi, dan agama, tetapi bisa bersatu sebagai sebuah bangsa.
"Yang menilai kan dari luar. Nilainya kita ini A loh. Kalau di perguruan tinggi, cumlaude," kata Jokowi.
Sejak merdeka. lanjut dia, masyarakat di Indonesia yang beragam selalu hidup harmonis.
Oleh karena itu, Jokowi mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dan cermat sehingga tidak mudah terpengaruh oleh kalimat-kalimat negatif yang keluar dari mulut politikus.[tribun]
Ia mengatakan, karena jengkelnya, saat acara pembagian 5.000 sertifikat lahan di Lapangan Sepakbola Ahmad Yani, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa (23/10/2018), keluarlah pernyataan " politikus sontoloyo" untuk menyebutkan politisi yang melakukan praktik seperti itu.
Alasan itu diungkap Jokowi saat menerima pimpinan gereja dan rektor/ketua perguruan tinggi Kristen seluruh Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Rabu (24/10/2018).
"Sebetulnya ini dimulai dari urusan politik, yang sebetulnya setiap lima tahun pasti ada. Dipakailah yang namanya cara-cara politik yang tidak beradab, yang tidak beretika, yang tidak bertata krama Indonesia. Cara-cara politik adu domba, cara-cara politik yang memfitnah, cara- cara politik yang memecah belah hanya untuk merebut sebuah kursi, sebuah kekuasaan, menghalalkan segala cara," ujar Jokowi.
"Makanya saya sampaikan, politikus sontoloyo, ya itu, jengkel saya," lanjut dia.
Jokowi mengaku, selama ini ia menahan diri untuk tak mengeluarkan pernyataan seperti itu.
Akan tetapi, menurut dia, berlangsung cara-cara politik kotor hanya demi meraih kekuasaan baik di tingkat kota, kabupaten, provinsi, bahkan perebutan kursi presiden.
"Saya itu enggak pernah pakai kata-kata seperti itu. Karena saya itu sudah jengkel, keluarlah itu (sontoloyo). Saya tuh biasanya bisa ngerem. Tapi sudah jengkel, ya gimana," lanjut Jokowi.
Jokowi menegaskan, sejak merdeka 73 tahun lalu, persatuan Indonesia dalam keberagaman sudah diakui dunia.
Banyak negara mengagumi Indonesia yang beragam suku, bahasa, adat, tradisi, dan agama, tetapi bisa bersatu sebagai sebuah bangsa.
"Yang menilai kan dari luar. Nilainya kita ini A loh. Kalau di perguruan tinggi, cumlaude," kata Jokowi.
Sejak merdeka. lanjut dia, masyarakat di Indonesia yang beragam selalu hidup harmonis.
Oleh karena itu, Jokowi mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dan cermat sehingga tidak mudah terpengaruh oleh kalimat-kalimat negatif yang keluar dari mulut politikus.[tribun]