Yes Muslim - Agak gimana-gimana gitu loh membaca status-status di Facebook, cuitan di Twitter dan artikel di Kompasiana yang dituliskan para Ahoker dalam 2 hari terakhir.
Sepertinya berat sekali bagi mereka untuk move on. Dan seperti umumnya orang gagal move on mereka terlihat untuk mencoba menyalahkan pihak lain atas kekalahan yang terjadi. Ada lagi yang punya hobi baru yaitu Nyinyir. Hehehehe. Mosok semua yang dilakukan Anies Baswedan langsung dikomentarin yang nggak jelas? Hahahaha.
Sebenarnya kalau masih dalam waktu seminggu setelah kekalahan telak Ahok kalau para pendukungnya tidak/ belum bisa menerima kenyataan itu ya masih wajar. Masih manusiawi. Tapi kalau udah lewat seminggu dan terus saja masih nyinyir, hmmm… kayaknya harus berobat deh. Hahaaa pliss.. kidding. (jangan-jangan artikel gua dihapus lagi nih sama admin). Hohohohoo
Yaps, saya mau bahas poin seperti judul diatas. Saya harus bahas itu karena buanyak sekali ahokers yang berkesimpulan Anies menang Pilkada DKI adalah Pilkada SARA. Pilkada DKI adalah Pilkada Agama.
Well well… ini berlebihan. Ini mengada-ada. Karena faktanya Ahok kalah telak kok. Selisihnya kurang lebih 15% dari Anies. Bagaimana mungkin ada Ahoker yang nekad menuduh mayoritas warga DKI lebih mementingkan Agamanya daripada kemampuan seseorang memimpin? Darimana tolok ukurnya?
Alasan mereka menyimpulkan itu karena katanya Ahok difitnah dengan kasus Al-Maidah. Bujug deh. Nggak segitunya kaleee.
Sekali lagi saya bilang, kalau Ahokers mau dihargai maka Gunakan Logika dan argument yang tepat dalam menyimpulkan sesuatu. Setahun lebih menulis di Kompasiana dengan jumlah tulisan lebih 400 buah, (250 tentang Ahok), taka da satupun tulisan saya yang mampu disanggah para Ahoker. Sombong ya? Hahahaha. Nggak lah. Ngapain sombong. Ini cuman ngasih tahu bahwa pede nya Angrybird menulis di Kompasiana karena semuanya berdasarkan argument yang jelas berikut fakta. Itulah yang membuat semua tulisan Angrybird nyaris tak terbantahkan. Wkwkwkwk.
Kalau 3 hari yang lalu saya bahas Kekalahan Ahok berbasis perhitungan Akar kekuatan 3 Komponen sejarah negeri ini (Nasionalis, Islamis dan Militer) kali ini saya bahas lewat angka-angka Elektabilitas. Pasti akan lebih mudah mencernanya.
Mari cekidot yang satu ini :
REVA SUGITO BILANG TANPA KASUS AL-MAIDAH DAN TANPA KASUS SEMBAKO SEKALIPUN PILGUB DKI 2017 TIDAK AKAN PERNAH DIMENANGKAN OLEH AHOK.
Percayalah kawan, setiap Angrybird menulis politik di Kompasiana itu selalu berdasarkan analisa yang didukung fakta. Sejak tahun lalu juga Angrybird selalu bilang Ahok tidak akan pernah jadi Gubernur DKI untuk kedua kalinya.
Pasti nggak percaya kan? Lantas percayanya sama siapa? Hehehehe..
Kalau sama Lembaga Survey percaya nggak? Sama LSI atau sama Polmark Indonesia yang dua-duanya selalu menjadi pilihan pertama Stasiun TV untuk menyiarkan Quick Count? Percaya tidak dengan kedua Lembaga Survey ini?
Kalau nggak percaya sama 2 lembaga survey ini dan percayanya sama Charta Politica dan Cirrus ya sudah. Jangan lagi diteruskan baca artikel ini. Sia-sia aja. Mending tidur karena sudah dini hari. Gua kebeneran tidur sore dan terbangung iseng nulis ginian.
Sekali lagi coba pembaca browsing di akun saya yang lama yang kena banned Admin tanpa saya tahu apa salahnya. Diantara sekian banyak tulisan berkali-kali saya katakana Ahok tidak akan menang di Pilgub DKI. Itu jelas asumsi pribadi. Tapi berikutnya kita lihat jejak Elektabilitas Ahok sejak tahun lalu agar para Ahoker tahu betul mengapa Angrybird selalu yakin Ahok pasti tumbang.
MEMANG BENAR ELEKTABILITAS AHOK DESEMBER 2015 SAMPAI MARET 2016 DIATAS 50%
Saya lupa lagi persisnya berapa. Mungkin sekitar 55-58%. Pada waktu itu semua orang bilang Ahok tidak akan punya lawan di Pilgub DKI berikutnya. Fakta itulah yang akhirnya membuat Nasdem, Golkar dan PDIP merasa gatal kalau tidak memanfaatkan kondisi itu. Mereka mulai ngiler untuk mengusung Ahok jadi Cagub.
Disisi lain pada waktu itu saya sudah mulai konsen dengan Kasus Sumber Waras dan menyusul berikutnya Kasus Reklamasi.
Setelah 2 kasus itu saya pelajari, maka saya mengambil kesimpulan Elektabilitas Ahok akibat kedua kasus itu pasti menyusut secara drastis. Analisa pribadi saya pada bulan Juni 2016 Elektabilitas Ahok tinggal sekitar 45%. Kalau pembaca tidak percaya, saya bisa munculkan lagi tulisan-tulisan saya pada bulan-bulan itu tentang Elektabilitas Ahok versi saya.
Dan kalau tidak salah pada bulan-bulan itu ada 1-2 lembaga Survey yang sudah menyebutkan Elektablitas Ahok 47%. Waktu itu dibawah Ahok ada nama Ridwan Kamil, Yusril Ihza Mahendra dan lainnya.
Tapi intinya pada bulan-bulan itu saya berkali-kali mengatakan Seorang Petahana dengan Elektabilitas sebesar itu sama sekali tidak punya peluang untuk menang.
Dan benar. Ketika masuk akhir September 2016, saat itu PDIP baru saja mengumumkan secara resmi bahwa Cagub mereka adalah Ahok dan PDIP akan bersama Nasdem, Golkar dan Hanura akan mengusung Ahok. Saat itu Demokrat sudah memutuskan AHY-Sylvie akan menantang Ahok, begitu juga Gerindra-PKS sudah fix mendukung Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Pada saat itu dua lembaga survey ,LSI Denny JA dan Polmark sudah merilis Elektabilitas masing-masing cagub. Komposisinya sebagai berikut :
MINGGU I OKTOBER 2016, LSI : AHOK 31,4%, ANIES 21,1 DAN AHY 19,3%, SEMENTARA POLMARK : AHOK 31,9%, ANIES 23,2% DAN AHY 16,7%, RESPONDEN TIDAK MENJAWAB SEKITAR 28%.
Perhatikan angka-angka itu. Bila kita rata-ratakan dan kita bulatkan ke proporsi 100% maka akan terbentuk komposisi : Ahok 44,1%, Anies 30,8% dan AHY 25,1%.
Jadi pada awal Oktober 2016, sebelum Kasus Al-Maidah menyeruak, bila saat itu dilakukan Pilkada DKI maka akan terjadi 2 Putaran dimana pada Putaran Pertama Ahok akan menang pada angka sekitar 44,1% dan AHY akan tersingkir di Putaran Pertama.
Sekarang perhatikan komposisi Suara Ahok lawan Suara Anies + Suara AHY. Maka angka yang dihasilkan adalah : Ahok 44,1% sementara Anies+AHY 55,9%. Apa artinya?
Artinya pada awal Oktober 2016, 55,9% warga DKI memang ingin mempunyai Gubernur Baru.
Selanjutnya muncullah Kasus Al-Maidah. Elektabilitas Ahok anjlok sementara Elektabilitas AHY meroket kencang. Sayangnya setelah itu karena kebanyakan Moshing-moshing dan Kasus aneh Dana Hibah Pramuka dan Isu Masjid Al-Fatah elektabilitas AHY langsung anjlok parah.
Lalu kita masuk di Pilgub sesungguhnya pada 15 Februari 2017. Apa kata banyak lembaga survey saat itu? Mereka bilang : hampir 60% warga DKI menginginkan Gubernur Baru. Sama kan kondisinya dengan fakta pada Minggu 1 Oktober 2016?
Pilgub DKI 2017 Putaran Pertama : Ahok 43%, Anies 40% dan AHY 17%. Itu artinya 57% warga DKI tidak menginginkan Ahok. Masih belum percaya?
Nah sekarang lihat hasil Pilkada DKI Putaran Kedua tanggal 19 April kemarin : Ahok 42,3%- Anies 57,7%.
Kesimpulannya tetap sama dan tidak terbantahkan.
Sejak 3 Kandidat Cagub DKI diumumkan (Awal Oktober 2016) sampai dengan April 2017 kondisinya tetap sama. Hampir 60% dari penduduk DKI memang menginginkan punya Gubernur Baru yang bukan Ahok.
So tanpa kasus Al-Maidah ataupun hebohnya Sembako, tetap Ahok tidak akan menang di Pilgub DKI.
Begicuh.
Revaputra Sugito
ADA BERITA MENARIK !
SCROLL KE BAWAH !