Yes Muslim - Kasus penghinaan berbau rasial yang dilakukan mahasiswa asal Indonesia, Steven Hadisudiryo Sulistyo kepada Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuan Guru Haji Muhammad Zainul Majdi atau yang dikenal sebagai Tuan Guru Bajang (TGB) sempat menyita perhatian publik.
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nadhlatul Wathan (PBNW) Hasanain Juaini membeberkan kronologi lengkap terkait kasus yang terjadi di Bandara Changi, Singapura, pada Ahad (9/4) tersebut. “Satu kekhawatiran mendalam bagi saya adalah terjadinya bias sebagai akibat para pembaca berita tidak memahami dengan baik dan menyeluruh asal muasal kejadian tersebut,” kata Hasanain dalam keterangannya kepada Republika.co.id di Mataram, NTB, Kamis (20/4).
Hasanain menilai, banyak berita melansir berita ini. Namun, acuannya sangat sederhana yaitu kesalahpahaman antara TGB dengan Steven saat mengantre di Bandara Changi, yang kemudian berakhir pada permintaan maaf Steven di sejumlah media nasional.
“Secara keseluruhan, kedalaman berita-berita terkait masalah tersebut hanya sebatas itu, sehingga pembaca sudah pasti tidak akan dapat menangkap nuansa dan spektrumnya seapa adanya,” ujar peraih penghargaan Ramon Magsaysay Award tersebut.
Kemudian, pimpinan Pondok Pesantren Nurul Haramain itu bersama beberapa orang melakukan tabayun dengan TGB untuk mendapatkan cerita lengkap peristiwa tersebut. Hasanain mengaku terkejut mendengar ceritanya, hatinya merasa tergetar dengan keluhuran sikap TGB.
Sebenarnya, Steven sudah mendapatkan teguran sangat santun dari TGB agar tidak mengucapkan kalimat-kalimat yang berbau sara. Bahkan TGB mengalah dengan cara berpindah dan menjauh demi memberikan keleluasaan kepada yang bersangkutan.
“Tetapi, Steven tetap meluapkan kata-kata kotor sekalipun sudah berjauhan, sehingga orang banyak yang mengantre mendengarkan umpatan-umpatannya.”
Di antara peringatan yang TGB berikan adalah jangan menyebut-nyebut kata pribumi, namun yang bersangkutan sambil berkacak pinggang dan menantang, tetap menghamburkan umpatan-umpatannya.
Pria asal Lombok Barat itu menambahkan, berangkat dari situasi itu, TGB berkoordinasi dengan Kepolisian Bandara Internasional Soekarno-Hatta akan melaporkan seseorang yang melanggar hukum agar mendapatkan penanganan sesuai ketentuan berlaku. Untuk itu, TGB meminta agar ada aparat kepolisian yang menunggu di Pintu Pesawat Batik Air.
Setibanya di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, ada dua polisi yang sudah menunggu. Kemudian, Steven kembali menunjukkan ulah yang sangat arogan dan menantang-nantang. Bahkan, dua aparat polisi itu pun ditunjuk-tunjuk dan ditanyakan pangkat dan kesatuan mereka serta siapa atasannya.
“Sampai di situ, kami yang mendengar cerita itu berdebar-debar, tumbuh rasa hormat kepada TGB yang masih dapat menahan diri. Saat itu yang bersangkutan sudah diberi tahu bahwa orang yang dia hina dan tantang itu adalah seorang gubernur, namun si Steven itu tetap saja menunjukkan sikap arogan bahkan berkata “Lu mau bikin gara-gara ya dengan saya!?” ujar dia.
Akhirnya, TGB bersama sang istri pulang dengan membawa bukti pernyataan permintaan maaf bermaterai. Ada komitmen antara kedua pihak yang disaksikan juga oleh polisi bandara. Pernyataan maaf tersebut harus disiarkan melalui tiga media massa nasional selama tiga hari berturut-turut, agar kejadian tersebut menjadi pelajaran bagi kita semua.
Keesokan harinya polisi bandara mengonfirmasi bahwa saudara Steven telah memenuhi janjinya berupa sebuah iklan kecil di Koran Kompas. Hasanain melanjutkan, banyak orang berpikir permintaan maaf itu timbul dari kesadaran Steven yang telah melakukan kesalahan.
Namun, kata dia, permintaan maaf itu bukanlah inisiatif Steven sendiri, melainkan ada seseorang yang mengaku sebagai pamannya dan juga polisi bandara yang meminta kepada TGB untuk menyelesaikan urusan itu dengan pemberian maaf.
“Tidak pernah yang bersangkutan sendiri menyatakan menyadari kekeliruannya lalu dari mulutnya sendiri keluar kata permohonan maaf. Dia hanya menandatangani surat pernyataan itu lalu menganggap semua hal sudah selesai. Secara sikap dan tindak tanduk yang bersangkutan masih saja seperti semula,” kata Hasanain.
Dia menambahkan, TGB juga sudah mengantisipasi kemungkinan reaksi masyarakat. Hal ini ditunjukkan TGB saat berdiri di hadapan ribuan jamaah shalat Jumat di Islamic Center Hubbul Wathan dengan menjelaskan posisi beliau dalam kasus itu adalah memaafkan yang bersangkutan dan mengharapkan hal itu tidak menimbulkan dampak yang akan mengganggu stabilitas di tengah-tengah masyarakat.
“TGB juga menegaskan tidak memiliki hak untuk mengintervensi hak masyarakat Indonesia (siapa pun baik pribadi atau berkelompok) untuk menuntut hak mereka sesuai hukum yang berlaku,” kata dia menegaskan. [opinibangsa.id / emc]
ADA BERITA MENARIK !
SCROLL KE BAWAH !