Banyaknya Berita Hoak Pengharaman Belanja di Toko Ritel Modern, Ini Klarifikasi Resmi PWNU Jateng




Ketua PWNU Jawa Tengah, KH, Abu Hapsin, Ph.D merasa harus angkat bicara dengan adanya pemberitaan yang seoalah PWNU Jateng memfatwakan haram berbelanja di ritel modern. Mengenai pemberitaan ini, Abu Hapsin, tegas mengatakan bahwa pemberitaan itu hoak dan memelintir hasil bahtsul masail.





“Yang kami haramkan itu bukan belanjanya, tapi perizinannya. Saya ulangi, hasil bahtsul masail LBM (Lembaga Bahtsul Masail) PWNU Jateng yang diharamkan itu izinnya, bukan belanjanya,” tegas Abu Hapsin, saat membuka malam lailatul ijtima’ di Kantor PWNU Jateng Jl. Dr Cipto, Semarang, Selasa malam, (20/12).

Abu Hapsin mengaku, dengan adanya pemberitaan itu, PWNU merasa dirugikan. PWNU Jateng sama sekali tidak mengharamkan transaksi jual beli di toko ritel modern.

“Karena itu, jika ada pemberitaan NU Jateng mengharamkan belanja di ritel modern, itu hoak. Media itu sama sekali tidak melakukan konfirmasi terhadap PWNU Jateng,” tegas Abu.

Berdasarkan hasil penelusuran nujateng.com, ada dua portal online yang secara jelas menyudutkan PWNU Jateng. Pemberitaan itu berjudul “Samakan Sikap dengan NU, Fatwa Haram Belanja di Ritel Modern akan Diikuti Muhammadiyah?”. Dua kalimat pertama dalam berita ini sangat bertolak belakang dengan hasil bahtsul masail PWNU Jateng.

Demikian isi berita hoak yang sama sekali tidak mengkonfirmasi terhadap PWNU Jateng.

Fatwa dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah menghasilkan yang mengharamkan belanja di toko berjejaring atau modern juga bakal diikuti Ormas Muhammadiyah. Saat ini, ormas yang banyak menaungi masyarakat di perkotaan tersebut juga mengeluhkan adanya ketidakadilan ekonomi dari toko berjejaring.



Bahkan, Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIJ sudah menerbitkan surat rekomendasi ke Pemkab Sleman untuk menata toko modern. Ini dilakukan karena keberadaan toko modern ini mematikan ekonomi masyarakat kecil.

“Dalam berbagai ceramah, dai-dai dari Muhammadiyah juga telah kami minta untuk tidak belanja di toko berjejaring,” ujar Ketua PWM DIJ Gita Danu Pranata.

Gita menegaskan, secara sikap, Muhammadiyah sama dengan NU. Mereka tetap menolak keberadaan toko modern. Terutama yang tempatnya berdekatan dengan perkampungan. Itu yang langsung berdampak di masyarakat. Toko-toko kecil mati karena kalah bersaing.

”Untuk fatwa, itu berada di Majelis Tarjih. Sekarang, aksi yang bisa kami lakukan,” tandasnya.

Aksi yang dimaksud tersebut, lanjut Gita, selain memberikan masukan ke pemerintah daerah, pihaknya tengah merumuskan untuk membuat sebuah supermarket. Barang dagangan dari supermarket ini, bisa disalurkan ke toko-toko kecil milik masyarakat. Ini agar mereka (toko-toko) kecil tersebut tetap bisa bersaing dengan toko berjejaring yang menjamur. ”Sekarang masih kami godok terus bentuknya yang paling pas,” tambahnya.

Seperti telah diketahui, pertemuan ulama NU di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Asnawi, Bandongan, Kabupaten Magelang membahas tentang keberadaan toko berjejaring. Rais Syuriah PBNU KH Said Asrori, fatwa tersebut diputuskan melalui musyawarah hukum Islam (bahtsul masail) berdasarkan keresahan jamaah melihat realitas di masyarakat.

“Pasar-pasar tradisional yang menyangga ekonomi kerakyatan mulai tergusur oleh pasar-pasar modern. Yang notabene milik para jutawan atau miliarder. Sehingga terjadi kesenjangan ekonomi,” KH Said Asrori.

Berita ini dimuat di dua portal online dengan isi yang sama persis yakni di http://ift.tt/2hHyPKV http://ift.tt/2hTx3UQ. dan http://ift.tt/2hHMf9B

Tiga portal online ini sama sekali tidak melakukan konfirmasi terhadap PWNU Jateng. Sehingga berita yang ditulis sama sekali substansinya tidak sama dengan hasil bahtsul masail LBM PWNU Jateng.

Berita di atas jelas berbeda dengan rilis resmi dari PWNU Jateng. PWNU Jateng mengeluarkan fatwa hukum haram terhadap pemberian izin pendirian toko modern yang berdampak negatif terhadap warung tradisional atau toko kelontong. Harus menjadi catatan, bahwa toko moderen yang diharamkan hanya yang berdampak negatif terhadap warung tradisional.

Jadi, tidak semua toko modern, diharamkan oleh Fatwa PWNU Jateng. Fatwa tersebut diputuskan melalui musyawarah hukum Islam (bahtsul masail) yang diikuti semua Pengurus Cabang NU dan perwakilan pondok pesantren se-Jawa Tengah di Pondok Pesantren Al-Asnawi Kabupaten Magelang.

“Pemerintah haram memberikan izin usaha ritel modern yang diduga kuat akan berdampak negatif terhadap pedagang tradisional atau toko kelontong. Dalil-dalilnya silahkan di cek di laporan hasil bahtsul masail,” kata Wakil Katib Syuriah PWNU Jawa Tengah Hudallah Ridwan yang juga hadir dalam klarifikasi malam itu.

Gus Huda, sapaan akrab Hudallah Ridwan, mendesak kepada pemerintah supaya meninjau ulang dan mencabut izin usaha yang sudah dikeluarkan. Sebab, izin usaha tersebut bisa menimbulkan monopoli pengusaha besar sehingga merugikan usaha kecil dan menengah.

Hudallah menambahkan, hukum Islam memerintahkan agar pemerintah selalu membuat keputusan dengan berpijak kepada kepentingan rakyat. “Tasharruful imam manuthun bil mashlahatir ra’iyyah,” katanya.

Pengharaman izin monopoli usaha juga didasarkan pada kaidah hukum Islam yang menyatakan bahwa kerusakan harus dihilangkan (adldlarar yuzalu). Menurut Hudallah, jika izin usaha sudah terlanjur dikeluarkan pemerintah, maka pemerintah harus meninjau ulang. Apabila jelas berdampak pada kerugian para pedagang kecil, maka izin itu harus dicabut, adldlarar yuzalu (bahaya harus dihilangkan).[Ceprudin/003]

Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !
Back To Top